Cerita lapang ini kembali ditulis Haris Yuniarsyah, Faskel KMW XVI yang bertugas di Srengat, Blitar, Jawa Timur. Tulisan ini melukiskan keindahan alam desa dampingan, serta kesan yang tertinggal di dalamnya.
Kunjungan Pak Rikawanto Ke Dusun Bening
Pertengahan Juli 2005, TA Monev RM-3 Jawa Timur, Rikawanto mengunjungi salah satu desa dampingan tim kami, guna mengetahui kegiatan yang dilaksanakan relawan. Kebetulan sore itu di Desa Togogan, relawan sedang menggelar acara kumpul-kumpul untuk persiapan lokakarya Pemetaan Swadaya.
Pak Rikawanto, didampingi Korkot dan Askorkot, kami arahkan ke Dusun Bening. Tepatnya di rumah Pak Nurohim. Pertemuan Pak Rika dengan relawan, tak terkecuali Pak Lurah setempat, berlangsung dalam suasana santai dan hangat. Begitu akrab dan rileks. Tanpa tersirat rasa takut dari wajah para relawan.
Memang sengaja pertemuan itu dilangsungkan di luar ruangan. Di bawah pohon, dalam suasana alam terbuka, bebas, dan dipenuhi udara segar. Sejauh mata memandang, hanya nampak hamparan sawah. Sesekali terlihat kawanan itik yang dihalau pulang ke kandang oleh pemiliknya. Di pojok sawah, tampak seorang bapak menaiki pohon kenanga, memetik kembangnya. Pertemuan sore itu, sungguh berkesan.
“Semoga Pak Rika mau datang lagi ke tempat kami,” kata relawan.
Meninggalkan Hati di Dusun itu
Senja itu, angin berhembus semilir, menuntun langkahku menerobos kegelisahan nan mendalam. Aku ingin segera bertemu dengan wajah-wajah sedih yang terpateri di sana.
Kutinggalkan hati ini di dusun itu. Agar hati ini pun turut merasakan penderitaan yang telah lama dialami mereka. Hidup dalam kemiskinan akibat penindasan dan ketidakadilan.
Tebersit tanya di jiwaku. Mengapa keadilan tak pernah berpihak pada mereka yang miskin? Ke manakah rasa keadilan selama ini? Dengarlah apa yang mereka sampaikan! Dari mulut mereka terlontar cerita, tentang penderitaan hidup yang dialaminya selama puluhan tahun. Kekuasaan menindas mereka. Kekuasaan membuat mereka semakin menderita. Kekuasaan membuat mereka makin tak berdaya! Hanya karena mereka miskin, maka kekuasaan tak mau memihak kepadanya?
Aku meninggalkan hati di dusun itu, dengan perasaan penuh luka. Aku berharap, semoga kemiskinan cepat berlalu. (edit: Nina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar